Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Nasehat Nabi Muhammad untuk kebahagiaan suami istri



Dalam perkawinan, suami dan istri memiliki hak dan kewajiban yang berbeda. Oleh karena itu, sesuai dengan nasehat Nabi Muhammad, suami boleh dan tidak boleh melakukan beberapa hal kepada istrinya.

Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Bahz bin Hakim, ayah dan kakek: “Qultu ya Rasulallahi nisauna maa na'ti minhunna wa maa nadzaru qala: a 'ti hartsaka anna syi'ta wa ath'imha idza wa la tuqabbihil-wajha wa la tadrib,".

Artinya: “Saya pernah bertanya kepada Rasulullah: Rasulullah, tentang istri kami, apa yang harus kami lakukan dan apa yang harus kami tinggalkan? Nabi menjawab: Anda dapat bergaul dengannya sesuai dengan preferensi Anda sendiri. Ketika Anda memberi Dia bisa kenakan pakaian saat dia berpakaian, jangan mengolok-olok wajahnya, jangan pukul dia."

Hadis Bahz bin Hakim adalah teks lain yang menegaskan bahwa suami yang baik, saleh dan bertanggung jawab tidak akan kasar. Laki-laki yang baik atau suami yang baik adalah mereka yang tidak menghina atau memukuli istrinya.

Suami berhak untuk berhubungan seks dengan istrinya menurut keinginannya sendiri. Namun, suami tetap harus mematuhi ajaran syariat ketika berhubungan seks. Misalnya, seseorang menjelaskan bahwa hubungan seksual tidak boleh dilakukan melalui anus atau istri yang sedang menstruasi.

Hak ini kemudian diimbangi dengan kewajiban untuk memenuhi kebutuhan sandang dan pangan, serta janji suami untuk tidak berbuat curang kepada istrinya. Suami juga dilarang mempermalukan, apalagi memukul istrinya, yang secara tegas dilarang dalam hukum Islam, karena Nabi Muhammad tidak pernah memukul istrinya.

Dalam Surah Al-Baqarah ayat 187 Al-Qur'an, Allah SWT berfirman: "Hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna,". Artinya: “Mereka (istrimu) adalah pakaianmu, dan kamu (suami) adalah pakaian mereka.” Uraian ayat ini merupakan penegasan saling ketergantungan keduanya dalam segala aspek kehidupan berumah tangga.

Terutama mencintai, menyayangi, melayani, melindungi, menyenangkan, dan membahagiakan satu sama lain. Dengan prinsip ini, teks hadits yang diuraikan oleh Abu Dawud di atas dapat dipahami sebagai muballah. Artinya, istri berhak menerima pelayanan hubungan intim dari suami menurut kesukaannya sendiri.

Konteks pelayanan tidak hanya diartikan sebagai bentuk pelayanan yang diberikan oleh istri kepada suami. Suami juga harus bertindak sesuai dengan ketentuan Allah sebelumnya dalam Surat Al-Baqarah, bagian 187.

Tak hanya itu, istri juga bisa menyumbang sandang dan pangan yang cukup. Jika istri bisa melakukannya, itu akan menguntungkan suami dan keluarga. Istri juga harus berjanji untuk tidak melecehkan, menghina dan kekerasan apapun.

Dalam 60 Hadits Hak Perempuan dalam Islam karya Faqihuddin Abdul Qadir dijelaskan bahwa komitmen bersama ini menjadi dasar terwujudnya cita-cita Al-Qur'an tentang kehidupan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Atau keluarga yang bahagia, sejahtera, dan peduli.

Dengan kata lain, sering disebut baiti jannati (baiti jannati). Dengan kata lain, keluarga merupakan dambaan setiap pasangan, karena keluarga merupakan pondasi kokoh yang di atasnya terdapat prinsip kegotongroyongan.

Bisakah kamu bertarung?

Mendidik istri adalah salah satu kewajiban agama suami. Tidak hanya suami, istri juga memiliki kewajiban yang sama pada tingkat yang berbeda untuk mendidik suaminya. Jadi, tidak apa-apa untuk saling mendidik dengan tinju?

Menurut Faqihuddin Abdul Qadir (Faqihuddin Abdul Qadir) "60 Hadis tentang Hak-Hak Perempuan dalam Islam", suatu ketika seorang pria bernama Rakis Seorang teman Laqith bin Sabrah mengunjungi Nabi. Laqith mengadu kepada Rasulullah tentang perilaku istrinya, ketika dia berbicara, perilakunya sangat keras dan menyakitkan. Bahkan dalam hal ini Rasulullah SAW menasehati Laqith untuk tidak mendidik istrinya dengan cara memukul.

Nabi bersabda: "Izh-ha, fa in yaku fiha khairun Fasaf'alu wa la tadhrib zhainataka kadharbika umayyataka,". Artinya: “Sarankan dia (istrimu, wahai Laqith), jika dia baik-baik saja, dia pasti akan berubah. Tapi jangan pukul dia ketika kamu memukul budakku.

Ustaz Faqihuddin menjelaskan bahwa hal yang paling disukai dalam mendidik nabi adalah kesabaran. Nabi tidak pernah menasehati para pengikutnya untuk melenturkan otot-otot mereka dalam pendidikan. Beberapa orang bahkan mengatakan bahwa perpisahan (perceraian) lebih baik daripada kekerasan.

Karena Nabi sering menolak segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya. Semua atas nama pendidikan dan disiplin, terutama atas nama cinta dan kasih sayang keluarga. Tentu saja, bagi setiap orang percaya, kekerasan dalam rumah tangga dihindari dan ditinggalkan.

Posting Komentar untuk "Nasehat Nabi Muhammad untuk kebahagiaan suami istri"